15 Tahap Mengelola Emosi Anak Usia Dini
Mengelola emosi bukanlah kemampuan yang dimiliki oleh anak sejak lahir. Sama halnya dengan berjalan, berbicara, dan membaca yang harus anak pelajari dengan perlahan. Lalu bagaimana cara mengelola emosi anak usia dini?
Kemampuan anak untuk mengelola emosinya akan terpengaruh oleh 3 faktor yaitu temperament, status perkembangan, sosialisasi. Temperament itu terkait dengan personality, watak, dan sifat anak. Status perkembangannya terkait dengan usia dan kedewasaan anak. Jadi, perkembangan otak anak usia dini akan sesuai dengan usianya. Sedangkan, sosialisasi terkait dengan hubungan, pengalaman, dan juga bagaimana anak diatur. Dua faktor pertama tadi, tidak bisa Anda ubah karena keduanya akan berjalan dengan semestinya. Sebaliknya, faktor terakhir bisa Anda manfaatkan untuk membantu mengelola tahapan emosi anak.
Berikut ini adalah beberapa tahap dan cara yang bisa Anda lakukan untuk membantu mengelola emosi anak usia dini.
1. Bantu Anak Kenali dan Terima Emosi
Penelitian menunjukkan bahwa anak dengan kontrol emosi yang baik nantinya akan memiliki kecerdasan akademik. Orang tua mana yang tidak ingin memiliki anak dengan kecerdasan akademik kan?
Tahap pertama yang bisa Anda coba untuk membantu mengelola emosi anak adalah proses mengenal dan menerima. Mana emosi negatif dan positif. Apa saja pemicunya. Kenapa emosi-emosi tersebut bisa muncul. Bagaimana cara mengatasinya? Di masa depan, emosi-emosi basic yang dikenal anak seperti marah, sedih, senang, dan lain sebagainya akan berubah lebih spesifik. Mereka akan mengenal emosi kecewa, frustasi, resah, semangat, dan lain-lain. Ajari mereka untuk mengenal setiap emosi dan melabelinya.
2. Stabilitas, Konsistensi, dan Rasa Aman
Rasa aman menjadi salah satu kunci untuk mengembangkan keterampilan emosi anak. Berikan rasa aman melalui penerapan batasan di rumah. Peraturan yang jelas dan rutinitas reguler akan membantu anak merasa aman dan leluasa mengekspresikan emosi. Mereka tahu dan paham apa yang akan mereka peroleh dengan melakukan sesuatu. Nantinya, anak akan lebih mudah mengontrol emosi di lingkungan luar yang sulit untuk diprediksi.
Misalkan, di rumah ada kakak adik. Saat adik merasa malu karena terjatuh atau melakukan kesalahan, maka kakak dan anggota keluarga lain tidak boleh menertawakan. Karena ini tidak sopan. Maka dengan kondisi yang sama di luar rumah, anak akan melakukan hal yang sama. Ini hasil dari batasan yang konsisten di dalam rumah.
3. Sediakan Waktu untuk Mendengar Anak
Salah satu masalah utama anak dan orang tua adalah kurangnya komunikasi. Komunikasi yang kurang baik bisa memicu anak untuk mudah marah dan tidak stabil emosinya. Ini bisa berlangsung hingga dewasa. Karena itu penting membuka forum diskusi dengan anak sejak usia dini. Dorong mereka untuk bercerita tentang emosi dan perasaannya. Ingat, di sini Anda berperan untuk mengontrol perilaku dari emosi yang muncul. Bukan perasaan anak.
Jadi, hindari kata-kata “jangan sedih”, “jangan marah”, atau “jangan nangis”. Sebaliknya, Anda bisa memancing dengan ucapan “Mama tadi lihat kamu lemes banget pas pulang. Ada apa?” atau Anda juga bisa mengakhirinya dengan “apa kamu mau cerita sesuatu ke Mama?”. Pertanyaan-pertanyan tadi tidak menyudutkan. Jadi, anak bisa merasa lebih rileks dan aman.
4. Terima Emosi dan Respon Anak
Ledakan emosi pada anak bukanlah kesengajaan yang harus Anda benci. Perkembangan otak anak usia dini tentunya berbeda dengan orang dewasa. Ingat, kontrol emosi bukanlah kemampuan bawaan. Anda perlu mengajari mereka. Saat ledakan emosi pada anak muncul, maka Anda harus memperhatikan dan memahami emosi tadi. Bantu mereka untuk mengembangkan kemampuan dalam menoleransi peningkatan ketegangan emosionalnya.
5. Ajari Anak untuk Tahu Tahapan Emosi Muncul
Setiap emosi memiliki tanda peringatan seperti mata merah, mata berair, pandangan mata yang tidak fokus, dan lain sebagainya. Pelajari setiap tanda-tanda tadi dan manfaatkan untuk mengajari anak. Setiap kali tanda-tanda awal emosi muncul, interupsi dengan dorongan agar anak mengekspresikan perasaannya. Pengertian dan perhatian yang Anda berikan pada tahapan ini bisa membantu mengurangi peningkatan tensi.
Apa itu saja cukup? Tentu tidak. Anda bisa juga menginterupsi lagi setelah emosi muncul. Ajak mereka memahami emosinya melalui diskusi. Kenapa emosi itu muncul? Apa penyebabnya? Apa yang mereka rasakan setelah kejadian tersebut? Kemudian, di akhir diskusi Anda dan anak bisa bersama-sama mencari cara untuk menyelesaikan jika emosi yang sama muncul kembali.
6. Language of Feelings
Orang tua adalah model bagi anaknya. Apa yang Anda lakukan kemungkinan besar akan mereka tiru. Ini bisa menjadi boomerang. Pemanfaatan yang baik bisa membuat anak mampu mengontrol emosi lebih baik. Sebaliknya, cara pemanfaatan yang salah bisa memicu mereka memiliki emosi tak terkontrol. Di sinilah, Anda bisa menerapkan language of feelings. Caranya, setiap Anda merasakan emosi, ekspresikan emosi Anda kepada anak melalui cerita. Ini akan membantu mereka menggunakan kata-kata daripada perilaku untuk mengekspresikan emosinya nanti.
7. Time Out untuk Emosi yang Tidak Terkontrol
Apa yang harus Anda lakukan saat anak tantrum atau marah? Anda bisa menggunakan time out untuk mengatasinya. Time out sangat efektif untuk anak. Jelaskan pada mereka apa itu time out, bagaimana prosesnya dan kenapa mereka mendapatkannya. Saat anak marah atau tantrum ini biasanya mereka minta perhatian. Jika Anda membentak mereka, ini berarti Anda memberikan contoh buruk dan tidak ada beda dengan tantrum yang mereka lakukan.
Jadi, hindari memarahi mereka kembali atau mengucapkan kata-kata kasar. Sebaliknya, berikan time out pada mereka. Jangan berikan simpati atau perhatian apapun. Biarkan mereka sendiri dan merefleksikan diri.
8. Jadi Contoh yang Baik
Tahapan mengelola emosi yang ketiga terkait dengan cara Anda mengontrol emosi. Apa yang biasa Anda lakukan saat emosi? Membuang-buang barang di kamar? Atau mungkin Anda berteriak dan ikut kesal pada orang di sekitar? Apa yang Anda lakukan saat mengontrol emosi memiliki kemungkinan besar untuk anak tiru. Ingat, Saat kecil, mereka belajar untuk mengarahkan emosi. Subyek pertama yang menjadi tempat belajar anak adalah Anda sebagai orang tua dan keluarga.
Jadi, apa yang Anda lakukan saat emosi akan menjadi refleksi anak. Untuk membantu mengelola emosi anak, Anda bisa memulai dengan menyuarakan perasaan dan membagikan beberapa cara untuk mengatasi perasaan tadi. Meniru perilaku Anda seringkali menjadi jalan keluar bagi anak. Mereka bisa melihat bagaimana Anda melakukan sesuatu dan mengaplikasikannya di dunia mereka. Kunci penting bagi Anda untuk tahap ini adalah tetap tenang saat emosi anak meningkat. Jangan panik dan ikut terbawa emosi ya.
9. Dampingi Anak dalam Menyelesaikan Masalah
Apa yang Anda lakukan saat anak ada dalam kondisi emosi tertentu? Kenali emosi yang muncul dan penyebabnya. Bersama-sama dengan anak, Anda bisa mencari tahu masalah dan pemicunya. Brainstorm dan evaluasi segala solusi yang mungkin bisa dilakukan. Implementasikan solusi tadi dan lihat bagaimana hasilnya. Dampingan orang tua di setiap tahapan emosi anak bisa membantu mereka lebih percaya diri.
10. Ajari Anak untuk Memiliki Pandangan Positif
Bagaimana caranya?
Positive self-talk. Ini adalah cara terbaik untuk membantu mengubah emosi negatif menjadi positif. Misalkan saat anak merasa kecewa karena tidak mendapat nilai bagus atau hadiah. Daripada meluapkan dengan rasa marah, lebih baik untuk tetap tenang dan menghibur diri. Ucapkan kata-kata positif yang bisa membantu meredam emosi negatif tadi. contohnya, “Setiap orang melakukan kesalahan, aku bisa melakukan yang lebih baik nanti”. Berikan sedikit demi sedikit kata-kata ajaib yang bisa mereka ucapkan pada diri sendiri saat emosi negatif muncul. Selain bisa membantu mengontrol emosi, cara ini juga membuat anak melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda.
11. Ajari Anak untuk Mengekspresikan Emosi Negatif dengan Benar
Tidak ada orang yang bebas dari emosi negatif. Tekankan pada mereka, bahwa semua emosi itu valid dan nyata. Hanya saja ada perbedaan pada cara mengekspresikannya. Emosi-emosi negatif memang seringkali mendorong orang untuk berperilaku negatif. Anda harus mengajari anak untuk mengungkapkan semua emosi atau perasaan negatif dengan cara tegas tapi tidak kasar. Berikan penegasan juga bahwa ada perbedaan mendasar antara membela diri sendiri dan juga sengaja menyakiti orang lain.
12. Jangan Mencoba Memperbaiki Segalanya
Orang tua cenderung memberikan bantuan pada anak dalam kondisi apapun. Ini harus Anda hindari untuk membantu mengontrol emosi anak usia dini. Bantu mereka belajar menyelesaikan masalah, bukan menghilangkannya. Saat anak beranjak dewasa, Anda akan semakin sulit memanipulasi semua yang ada di sekitar mereka. Pada akhirnya, karena selalu ada bantuan dari orang tua, mereka akan kesulitan dalam mengatasi berbagai masalah emosi di masa depan.
13. Berikan Pujian atas Usaha Anak untuk Mengontrol Emosi
Apapun hasil yang anak peroleh dalam mengontrol emosi tetap perlu Anda apresiasi. Jangan memaksakan kehendak atau memberikan target kapan anak bisa sepenuhnya mengontrol emosi mereka. Baby step, disiplin, dan kesabaran harus jadi pegangan agar anak tidak merasa terbebani. Pastikan Anda memberikan anak pujian atas usaha mereka dalam mengontrol emosi. Pujian ini akan berdampak positif terhadap gambaran si anak. Mereka akan merasa senang karena bisa berubah status menjadi seseorang yang bisa mengontrol emosi.
14. Berikan Dukungan Emosi
Tak hanya pujian secara verbal, anak juga butuh emotional support. Pelukan, kecupan, usapan, adalah beberapa bentuk afeksi yang mencerminkan dukungan emosi. Banyak anak yang butuh pelukan saat mereka down. Bahkan tidak sedikit orang dewasa yang merasa lebih baik setelah dipeluk kan? Terapkan ini pada anak. Berikan afeksi khusus melalui tindakan di saat-saat tertentu. Selain saat merasa sedih, pelukan juga sukses menyalurkan rasa bangga saat anak berhasil melakukan sesuatu.
Kesimpulan
Proses pembelajaran untuk mengontrol emosi pada anak tidak bisa dilakukan dengan instan. Hasilnya juga tidak selalu positif. Sebagai orang tua, Anda harus mampu berjalan sesuai dengan ritme anak. Jangan memaksakan kehendak karena bisa memicu ledakan emosi lain. Jika pembelajaran secara verbal sulit Anda terapkan, maka cara terbaik adalah dengan contoh. Selain keluarga di rumah, sekolah juga bisa Anda manfaatkan sebagai sarana belajar anak untuk mengontrol emosi.
Kami, Prestasi Global menerapkan cara-cara di atas untuk membantu mengelola emosi anak usia dini. Lingkungan di sekolah kami juga mendukung anak dalam mengekspresikan diri dengan lebih baik.
Comments
Post a Comment